Rakyat Indonesia selama ini menjerit karena penanganan pandemi Covid-19 di tangan pemerintahan Joko Widodo tidak sesuai dengan UU.
Begitu kata Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut rakyat sudah menjerit di saat PPKM Darurat yang kadarnya masih semi lockdown.
Satyo mengurai bahwa semua istilah dan singkatan yang dibuat oleh pemerintah dalam penanganan pandemi selalu membuat masyarakat menjerit. Ini karena tidak sesuai dengan UU dan tidak jelas kompensasi yang diberikan oleh pemerintah.
“Contoh saja PPKM Mikro yang ternyata tidak mikro atau PPKM dengan Darurat ataupun dengan level-level," ujar Satyo kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (1/8).
Menurut Satyo, masyarakat menjadi kebingungan dengan nama-nama kebijakan yang diambil oleh rezim Jokowi dalam penanganan Covid-19.
Apalagi, kata Satyo, kebijakan yang kerap kali berubah namanya juga dasar hukumnya hanya Instruksi Menteri Dalam Negeri.
"Terkesan pemerintah 'menghindari' penggunaan UU Karantina Kesehatan, sehingga aturan tersebut tidak mandatori terhadap kompensasi dan kewajiban pemerintah terhadap wilayah yang dikarantina karena tidak ada wilayah yang dikarantina hanya dibatasi akses dan mobilitas masyarakat," jelas Satyo.
Sehingga, hasilnya seperti saat ini, yaitu penerapan PPKM Mikro, Darurat hingga level belum ada tanda-tanda pandemi varian baru Covid-19 terkendali dan mereda.
"Jika lockdown mungkin yang menjerit justru pemerintah dan 'kelompok kepentingan' karena harus membayar kompensasi bagi masyarakat dan sektor sosial ekonomi yang terkarantina dalam rangka pengendalian pandemi dan akan terganggu “hidden agendanyaâ€,†pungkas Satyo.